tag

berjualan di Mall...kenapa tidak?

Kadang istilah berjualan dianggap remeh, tidak keren. Kadang para pemilik dagangan lebih senang disebut pemilik toko, punya bisnis atau pedagang, walaupun sebenarnya intinya sama saja, yaitu jualan. Saat ini cara orang berjualan tidak lagi konservatif di toko-toko. Banyak cara untuk meraih omset, misalnya membuka bagian rumah pribadi untuk showroom, mengikuti pameran, menitipkan produk di supermarket, berkeliling dari rumah ke rumah, memiliki etalase di internet, multi level marketing, franchise, dan lain sebagainya.

Berjualan di mal saat ini merupakan salah satu pilihan menarik. Gaya hidup modern membuat mal menjadi tempat belanja utama. Calon pembeli langsung terkumpul sekian banyak dengan tujuan berbeda-beda. Sering belanja bukan tujuan utama, namun cuci mata atau sekedar menghabiskan waktu berjalan-jalan. Namun karena stimulus pajangan produk-produk menarik, kadang membelokkan niat orang yang tadinya tidak belanja malah akhirnya memborong.

Apakah sih mal itu? Ringkasnya mal adalah pusat perbelanjaannya. Sedangkan pusat belanja apa, itu adalah diferensiasi masing-masing pengelola untuk menarik pengunjung. Umumnya mal menampung semua produk consumer goods, apparel, otomotif, furniture, electronic, bahkan juga alat pertukangan. Untuk alasan diferensiasi, kemudian masing-masing mal mengidentifikasi diri dalam promosi mereka untuk menyerap pengunjung. Misalnya family mal, pusat elektronik, pusat handphone, bahkan semakin banyak pula pusat grosir.

Perkembangan mal yang pesat saat ini tentu saja membuka peluang usaha yang sangat menggiurkan. Dengan berjualan di mal, kemungkinan mendapat pembeli lebih terbuka, karena selain pengunjung yang memang berniat membeli sesuatu, juga banyaknya kemungkinan pengunjung yang tiba-tiba membeli karena terstimulasi melihat etalase yang menarik. Akibatnya lantai-lantai di mal, terutama upper ground (UG) sebagai lantai utama dimana atrium dan lobi biasanya terdapat, semakin sesak oleh penjual. Semakin hari semakin banyak calon penjual yang tergiur untuk mendapatkan lahan di mal.

Banyak pilihan untuk menggelar dagangan di mal, tergantung dari peraturan pengelola.

1. Membeli toko, secara kredit atau tunai. Tentunya ini untuk pemodal besar. Pemilik toko memiliki hak milik atau hak guna selayaknya rumah, namun dikenakan service charge. Pemilik dapat menyewakan kepada pihak ketiga. Dengan memiliki toko sendiri, pemilik memiliki kebebasan menjual apapun jenis produk, kecuali makanan yang biasanya ada ketentuan tambahan. Dalam hitungan omset yang harus disisihkan, dan nilai bangunan yang terus meningkat, sebenarnya membeli toko cukup menguntungkan. Namun biasanya calon penjual terbentur masalah uang muka ataupun agunan. Padahal biasanya seorang penjual akan lebih mementingkan pengeluaran untuk suplai produk.

2. Menyewa toko. Dilakukan dengan pemilik toko secara personal. Harga sewa dan kurun waktu sangat negotiable tergantung pendekatan dengan pemilik toko. Informasi tentang pemilik toko dan toko mana saja yang disewakan, bisa ditanyakan pada pengelola mal. Penyewa akan dikenakan biaya sewa yang dibayarkan kepada pemilik toko, dan service charge yang dibayarkan kepada pengelola mal. Kurun waktu yang umum adalah satu tahun sewa. Namun jika beruntung, walaupun kontrak enam bulan atau setahun, kadang pemilik toko mengijinkan pembayaran dilakukan secara bulanan.

3. Menyewa island. Island terletak ditengah koridor. Bentuknya tergantung peraturan pengelola. Ada pengelola yang sudah menyediakan cart, sehingga seragam. Ada pula yang membebaskan para penjual menata dagangannya. Umumnya pihak pengelola memiliki peraturan tentang jenis produk, ketentuan tinggi display dan kerapian. Island biasanya terletak dilantai agak atas, mulai lantai satu dan seterusnya. Kontrak island dilakukan langsung dengan pengelola, dengan masa sewa berbeda-beda. Umumnya masa sewa tiga bulan, dengan pembayaran sekali sebulan, dan ditambah uang jaminan sebesar sebulan biaya sewa. Tidak dikenakan service charge, kecuali ada tambahan listrik untuk display, misalnya yang biasa digunakan oleh para penjual perhiasan. Harga sewa island walaupun jauh lebih kecil dibandingkan toko ukuran paling kecil di mal tersebut, biasanya tidak terlalu jauh berbeda. Ini dikarenakan island memberikan akses lebih leluasa kepada calon pembeli.

4. Menyewa stan. Umumnya terletak dilantai upper ground (UG), lantai utama mal tersebut. Biaya sewa dikenakan harian dan jauh lebih mahal dibandingkan dengan island untuk ukuran yang sama. Sekitar tiga kali lipat dari island. Sewa menyewa bisa dilakukan dengan pengelola mal atau pemilik toko, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika ketentuannya dengan pengelola mal, biasanya besar sewa dikenakan harian dengan minimal sewa / pembayaran selama sepuluh hari dan biaya jaminan tertentu. Ada beberapa mal yang tidak menyewakan lahan di UG secara langsung ke penjual umum, namun menyediakannya sebagai fasilitas pameran untuk para pemilik toko (tenant) di mal tersebut, yang kemudian oleh tenant disewakan kepada pihak ketiga. Maka yang harus dilakukan adalah pendekatan dengan para tenant di mal tersebut.

5. Mengikuti pameran. Biasanya diadakan di lantai UG oleh event organizer (EO). Pameran biasanya diadakan selama lima sampai sepuluh hari. Biaya dihitung harian dan penjual hanya perlu membayar uang muka terlebih dahulu, sisanya sehari sebelum pameran berakhir dimana omset diharapkan sudah terkumpul. Harga sewanya sangat tinggi, dua atau tiga kali harga sewa stan. Namun ini sangat cocok untuk penjual yang tidak memiliki tempat berjualan tetap, karena EO akan mengurus semua perijinan dan menyediakan fasilitas standar yang diperlukan. Pameran ini juga cocok untuk sarana promosi bagi yang sudah memiliki usaha tetap, karena EO akan berbagai media sebagai sarana promosi untuk mendatangkan pembeli.

Sebelum memilih tempat jualan / usaha yang pas didalam area mal, beberapa hal ini perlu diperhatikan.

1. Jenis produk jualan kita. Apakah cukup akomodatif di mal umum, atau harus di mal dengan cirri produk tertentu.

2. Lokasi mal. Lokasi mal tidak harus ditengah kota, tapi perhatikanlah arus lalu lintasnya. Siapakah yang setiap hari melintasi mal tersebut dan apakah orang-orang yang melintas itu tepat dengan produk yang kita jual.

3. Pengunjung mal. Jangan terkecoh dengan banyaknya pengunjung yang masuk kedalam mal tersebut. Yang terpenting adalah apakah pengunjung yang masuk kedalam mal tersebut mampu melakukan pembelian.

4. Fokus pada produk tertentu. Karena biasanya didalam mal sudah ada department store utamanya, jadi lebih baik fokus pada produk tertentu, sehingga bisa meningkatkan mutu dan penampilan produk kita.

5. Peraturan pengelola mal. Pengelola mal yang baik akan memiliki peraturan yang cukup ketat, namun semata-mata untuk menaikkan omset seluruh penjual di mal. Peraturan yang wajib ada adalah ketinggian display, aturan produk tiap lantai dan arus pengunjung. Jika ditata dengan baik oleh pengelola, di lantai berapapun berada harus tetap memiliki peluang memperoleh omset tinggi.

Demikian semoga bermanfaat. Selamat jualan!

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...